Sepotong Episode di FORMAIS

Tak terasa dua tahun berlalu, rentang waktu ini terasa sangat cepat. Serasa baru kemarin saya memasuki kampus biru ini. Serasa baru kemarin saya menginjakan kaki ini di Bandung. Itulah waktu, yang karenanya kita bisa terlena dan terpedaya bila tidak bisa memanfaatkannya.

Waktu itu, saat memasuki semester pertama. Saat saya masih belum mengenakan jilbab, ada kakak kelas (seorang Ikhwan) yang mengajak ikut mabit. Acara tersebut diselenggarakan oleh FORMAIS/LDK atau pada saat SMA saya memanggilnya DKM/Rohis. Saya pikir waktu itu, toh tak ada ruginya ikut. lagian acaranya malam minggu. Ternyata memanng benar, tidak ada yang membuat diri saya rugi saat berada di FORMAIS. Selanjutnya di minggu-minggu berikutnya hari-hari yang saya lewati diisi dengan kajian rutin keislaman.
Sangat menyenangkan sekali bisa bersentuhan dengan dunia dakwah kampus. Namun, tiba-tiba saja ujian datang menghampiri. Ma2h tiba-tiba tahu kalo saya aktif di LDK, beliau marah dan meminta komitmen saya untuk kuliah yang bener (tidak ikut Organisasi apapun apalagi organisasi keislaman). Hal ini tidak terlepas dari peristiwa yang saya alami saat SMA. Pada waktu itu Allah yang maha Rahman memberikan pelajaran yang sangat berharga, meskipun pada saat itu saya salah mensikapinya.

Sekitar satu semester saya berhenti dari aktifitas dakwah di kampus. Ada berjuta pertanyaan yang dilemparkan rekan aktifis dakwah saat itu. Tapi, apa boleh buat? saya tidak bisa berbuat apa-apa.
Masa-masa berjauhan dengan para kader dakwah dikampus, membuat hidup saya hampa. Berbagai kegiatan di luar saya ikuti, tapi kerinduan untuk berkumpul kembali bersama FORMAIS semakin menyala. Ditambah seorang sahabat yang dulu sangat jauh dari kegiatan keislaman. Tiba-tiba saja memberitahu kalau dia sudah menjadi bagian dari FORMAIS.

Penampilannya, Subhanallah!! saya sampai termenung dibuatnya. Pada awalnya beliau juga tidak berjilbab, tiba-tiba saja muncul dihadapanku dengan jilbab yang sangat rapih, jilbab seorang Muslimah. Saya menangis, pedih dengan diri ini. Mengapa saya menyerah di jalan dakwah, kupeluk bidadari itu dan aku berjanji tak akan pernah kutinggalkan lagi jalan dakwah ini...

Namun ternyata benar, waktu ibarat tebasan pedang. Kini masa Jihad kami akan segera berakhir. Amanah dakwah ini akan beralih ke generasi berikutnya. Saya masih terhenyak tatkala memikirkan kontribusi apa yang sudah saya berikan untuk dakwah ini setahun kebelakang. Sedih rasanya bila mengingatnya, kadang saya malas untuk koordinasi kegiatan, kadang saya hanya memberikan waktu yang tersisa untuk dakwah ini.

Ya Rabb!! Maaf atas semua kelalaian ini.....

Selengkapnya'...