Memaknai Peringatan Tahun Baru Hijriyah

Tidak ada sebuah tahun yang mempunyai makna begitu mendalam seperti tahun di dalam Islam. Tahun
Islam bukan ditetapkan berdasarkan pada kelahiran Nabi Muhammad SAW, sebagaimana tahun Masehi pada kelahiran
Nabi Isa atau Imlek pada kelahiran Konghucu. Bukan pula disandarkan pada peristiwa penting lain dalam kehidupan
Rasulullah SAW, misalnya turunnya wahyu pertama, Perang Badar, atau juga pada peristiwa Isra Mi'raj.
Tahun Islam didasarkan pada peristiwa hijrah (pindah) Nabi Muhammad SAW dari Makkah ke Madinah, dan karena itu
dinamai tahun Hijriyah. Pemakaian tahun Hijriyah diusulkan oleh Ali bin Abi Talib dan kemudian disetujui dan ditetapkan
oleh Khalifah Umar bin Khattab. Tahun Hijriyah mulai digunakan umat Islam pada tahun 17 Hijriyah yang bertepatan
dengan 638 Masehi.

Khalifah Umar bin Khattab menetapkan hijrah Rasulullah SAW dari Makkah ke Madinah sebagai tahun pertama dalam
kalender Islam/Hijriyah dengan satu pertimbangan. Yakni, hijrah merupakan titik pemisah antara masa Makkah dan
masa Madinah, dan sebagai awal perjuangan Rasulullah SAW dalam menyebarkan Islam.

Titik pemisah antara masa Makkah dan masa Madinah bisa diartikan pula sebagai titik pemisah antara yang salah (batil)
dan yang benar (hak), antara syirik dan tauhid, antara umat jahiliyah dan umat berhidayah. Di sinilah makna mendalam
dari kalender Hijriyah tadi.

Peringatan pergantian tahun Hijriyah dari 1429 ke tahun 1430 yang jatuh pada Senin (29/12) haruslah disemangati
seperti itu. Sebab, hijrah dalam arti pindah secara fisik mungkin sudah tidak diperlukan lagi. Juga hijrah dalam arti
memutuskan hubungan dengan yang paling dekat dan dicintai demi tegaknya kebenaran dengan cara berpindah dari
kampung halaman ke daerah atau negeri lain, seperti terjadi di zaman Rasulullah SAW.
Namun, hijrah dalam arti nilai yang mesti diperjuangkan justru tetap harus kita pelihara dari waktu ke waktu secara
konsisten. Negara dan bangsa ini terus berkubang dalam krisis multidimensi yang berkepanjangan antara lain karena
tiadanya semangat berhijrah tadi.

Memang, kekuasaan Orde Baru sudah runtuh. Reformasi juga telah kita gulirkan sejak beberapa tahun ini. Bahkan
reformasi itu pun telah menghasilkan pergantian empat presiden dalam waktu yang relatif singkat. Termasuk pergantian
pemerintahan, berikut menteri-menterinya.

Sayangnya, reformasi seolah hanya berhenti di situ. Reformasi hanya sebatas mengganti orang. Reformasi ternyata
tidak segera memberikan hasil positif bagi peningkatan kesejahteraan rakyat. Bahkan apa yang kita saksikan dan alami
sehari-hari sekarang ini bisa dikatakan lebih buruk dari masa-masa lalu. Pengangguran, kemiskinan, dan kebodohan
justru bertambah di masa-masa reformasi sekarang ini. Juga tingkat korupsi dan peredaran narkoba tidak banyak
berkurang.

Semua itu karena reformasi yang kita usung tidak disertai dengan semangat hijrah. Yakni, semangat untuk
menanggalkan hal-hal buruk ke arah yang lebih baik. Semangat untuk tidak mementingkan diri sendiri, keluarga, dan
kelompok, tapi lebih mementingkan kehidupan berbangsa dan bernegara. Semangat untuk tidak berkorupsi, tapi
semangat untuk terus mengabdi. Semangat untuk tidak mendengki, tapi semangat untuk lebih bertoleransi. Semangat
untuk tidak malas tapi harus bekerja keras.

Semangat seperti itulah yang seharusnya terus kita kobarkan dalam memperingati tahun baru Hijriyah. Bukan hanya
pada setiap pergantian tahun, tapi setiap waktu sepanjang tahun. Selamat menyambut tahun baru Hijriyah, semoga hari
esok lebih baik dari hari ini dan hari ini lebih baik dari kemarin.


Selengkapnya'...

Assalammu'alaikum wr.wb


Semoga bermanfaat
1. Apa yang paling DEKAT dengan diri kita di dunia ?
2. Apa yang paling JAUH dari kita di dunia ?
3. Apa yang paling BESAR di dunia ?
4. Apa yang paling BERAT di dunia ?
5. Apa yang paling RINGAN di dunia ?
6. Apa yang paling TAJAM di dunia ?

Jawabannya:


Suatu hari, Imam Al Ghozali berkumpul dengan murid-muridnya. Lalu Imam Al
Ghozali bertanya....

Pertama,
"Apa yang paling dekat dengan diri kita di dunia ini?".
Murid-muridnya menjawab : "orang tua, guru, kawan, dan sahabatnya".
Imam Ghozali menjelaskan semua jawapan itu BENAR.
Tetapi yang paling dekat dengan kita adalah MATI.
Sebab itu sememangnya janji Allah SWT bahwa setiap yang bernyawa pasti akan
mati (Q.S. Ali Imran 185)

Kedua,
"Apa yang paling jauh dari diri kita di dunia ini?".
Murid -muridnya menjawab : "negara Cina, bulan, matahari dan
bintang-bintang".
Lalu Imam Ghozali menjelaskan bahawa semua jawaban yang mereka berikan itu
adalah BENAR.
Tapi yang paling benar adalah MASA LALU.
?Walau dengan apa cara sekalipun kita tidak dapat kembali ke masa lalu.
Oleh sebab itu kita harus menjaga hari ini dan hari-hari yang akan datang
dengan perbuatan yang sesuai dengan ajaran Agama.

Ketiga,
"Apa yang paling besar di dunia ini?".
Murid-muridnya menjawab : "gunung, bumi dan matahari".
Semua jawaban itu BENAR kata Imam Ghozali.
Tapi yang paling besar dari yang ada di dunia ini adalah NAFSU (Q.S.
Al-A'Raf 179).
Maka kita harus berhati-hati dengan nafsu kita, jangan sampai nafsu membawa
kita ke neraka.

Keempat,
"Apa yang paling berat di dunia ini?".
Ada yang menjawab : "besi dan gajah".
Semua jawaban adalah BENAR, kata Imam Ghozali, tapi yang paling berat adalah
MEMEGANG AMANAH (Q.S. Al-Ahzab 72).
Tumbuh-tumbuhan, binatang, gunung, dan malaikat semua tidak mampu ketika
Allah SWT meminta mereka untuk menjadi khalifah (pemimpin) di dunia ini.
Tetapi manusia dengan sombongnya menyanggupi permintaan Allah SWT, sehingga
banyak dari manusia masuk ke neraka karena ia tidak dapat memegang
amanahnya.

Kelima,
"Apa yang paling ringan di dunia ini?"
Ada? yang menjawab : "kapas, angin, debu dan daun-daunan".
Semua itu BENAR kata Imam Ghozali, tapi yang paling ringan di dunia ini
adalah MENINGGALKAN SHOLAT.
Gara-gara pekerjaan, kita meninggalkan sholat; gara-gara bermesyuarat, kita
meninggalkan sholat.

Dan pertanyaan keenam adalah,
"Apakah yang paling tajam di dunia ini?"
Murid-muridnya menjawab dengan serentak : "pedang".
BENAR, kata Imam Ghozali, tapi yang paling tajam adalah LIDAH MANUSIA.
Karena melalui lidah, manusia selalu menyakiti hati dan melukai perasaan
saudaranya sendiri.

Selengkapnya'...